Pak Adang
Kurang sekitar 3 menit lagi
pengajian dimulai. Seorang lelaki berperawakan agak kurus masuk ke ruangan.
Mengenakan celana jeans biru dan baju berwarna biru dengan logo dan nama sebuah
perusahaan. Penampilannya sederhana tapi tampak cukup ramah. Saya memberi
tempat untuk duduk di sebelah saya. Sedikit kami berbasa basi. Saya termasuk
orang baru di kelompok pengajian ini dan ini adalah kedatangan saya yang kedua
kali. Belum semua dari ke-18 bapak-bapak yang hadir disini saya kenal namanya.
Beliau mengeluarkan kitab suci Al
Qur’an berukuran besar dari dalam ransel hitamnya. Pandangan saya menjadi fokus
kepada Al Qur’an yang beliau bawa. Sudah dua kali mendatangi pengajian ini,
tetapi saya tidak membawa kitab suci Al Qur’an. Saya hanya mengandalkan
aplikasi Al-Qur’an Indonesia dari HP Android saya.
“Bagus Al Qur’an-nya,” kata saya.
“Oh ini dikasih sama Pak Wawan,” kata beliau sambil menunjuk seorang lelaki
yang menjabat sebagai Bendahara dalam kelompok pengajian ini. “Dulu saya
membawa Al Qur’an yang saya pinjam dari masjid, tetapi sudah rusak, banyak
halamannya yang terlepas dari bendelnya, akhirnya pas Pak Wawan tahu saya lalu
dikasih ini,” beliau kembali menambahkan.
Kamipun berkenalan. Namanya Pak
Adang. Tinggal di desa Cipeundeuy. Pekerjaannya sehari-hari sebagai tenaga /
pekerja serabutan. Usianya barangkali seumuran dengan saya. Beliau mengatakan
bahwa sejak mengikuti pengajian ini hidupnya lebih tenang dan terarah. Menjadi
lebih tahu lebih banyak tentang agama islam. Saya senang mendengar sekilas
ungkapan perasaan beliau. Beliau menuliskan nama saya dengan pensil di buku
tulisnya. Gerakan tangannya saat menulis sangat kaku dan pelan, seperti seorang
bocah yang baru belajar menulis. Tapi tulisannya masih dapat dibaca dengan
mudah.
“Nomer telpon bapak berapa? Nanti
saya miscall saja, tidak usah dicatat,” kata saya. “Saya tidak punya HP, HP
saya rusak,” jawabnya. Sayapun menuliskan nomer HP di buku catatannya.
Pengajian dimulai. Seperti biasa
pengajian disini selalu diawali dengan pelajaran membaca Al Qur’an. Kali ini
Pak Ustadz memandu jamaah pengajian membaca Surah Al Baqarah ayat 125-126. Saya
berkonsentrasi pada Pak Ustadz sambil menyimak ke HP saya hingga tidak sempat
melihat ke sebelah / ke arah Pak Adang. Meski Cuma 2 ayat, tetapi cukup lama
juga pelajaran membaca Al Qur’an ini. Mungkin sekitar 30 menit hingga berakhir.
Saya menengok ke sebelah.
Subhanallah rupanya Pak Adang sedari tadi kesulitan mencari ayat yang dibaca /
dipelajari tadi. Meski sudah diketahuinya bahwa yang tadi dibaca adalah Surah
Al Baqarah ayat 125-126, rupanya beliau belum terbiasa / belum bisa membaca
‘tulisan angka’ dalam Bahasa Arab. “Oh kok tidak bilang dari tadi?,” kata saya
sambil membantu beliau mencari bacaan yang tadi dipelajari (ternyata berselisih
3 lembar dari posisi beliau mencari). Beliau memberikan tanda dengan alat
tulisnya, dan mengatakan akan mempelajarinya lagi nanti setiba di rumah.
“Saya belum pandai membaca Al
Qur’an,” ungkapnya. “Saya juga, saya baru belajar’” kata saya.
Saya sangat kagum dengan semangat
belajarnya. Salut dengan keinginannya yang besar untuk memperbaiki diri. "Saya ingin memperbanyak bekal amal sholeh sebelum mati." Kata-kata terakhir beliau
sebelum kami pulang begitu membekas di benak saya, hingga saya menulis cerita
ini.
Purwakarta, 05 Februari 2020.
No comments:
Post a Comment