Tuesday, February 4, 2020

Spiritual Journey - Pak Adang


Pak Adang

Kurang sekitar 3 menit lagi pengajian dimulai. Seorang lelaki berperawakan agak kurus masuk ke ruangan. Mengenakan celana jeans biru dan baju berwarna biru dengan logo dan nama sebuah perusahaan. Penampilannya sederhana tapi tampak cukup ramah. Saya memberi tempat untuk duduk di sebelah saya. Sedikit kami berbasa basi. Saya termasuk orang baru di kelompok pengajian ini dan ini adalah kedatangan saya yang kedua kali. Belum semua dari ke-18 bapak-bapak yang hadir disini saya kenal namanya.

Beliau mengeluarkan kitab suci Al Qur’an berukuran besar dari dalam ransel hitamnya. Pandangan saya menjadi fokus kepada Al Qur’an yang beliau bawa. Sudah dua kali mendatangi pengajian ini, tetapi saya tidak membawa kitab suci Al Qur’an. Saya hanya mengandalkan aplikasi Al-Qur’an Indonesia dari HP Android saya.

“Bagus Al Qur’an-nya,” kata saya. “Oh ini dikasih sama Pak Wawan,” kata beliau sambil menunjuk seorang lelaki yang menjabat sebagai Bendahara dalam kelompok pengajian ini. “Dulu saya membawa Al Qur’an yang saya pinjam dari masjid, tetapi sudah rusak, banyak halamannya yang terlepas dari bendelnya, akhirnya pas Pak Wawan tahu saya lalu dikasih ini,” beliau kembali menambahkan.

Kamipun berkenalan. Namanya Pak Adang. Tinggal di desa Cipeundeuy. Pekerjaannya sehari-hari sebagai tenaga / pekerja serabutan. Usianya barangkali seumuran dengan saya. Beliau mengatakan bahwa sejak mengikuti pengajian ini hidupnya lebih tenang dan terarah. Menjadi lebih tahu lebih banyak tentang agama islam. Saya senang mendengar sekilas ungkapan perasaan beliau. Beliau menuliskan nama saya dengan pensil di buku tulisnya. Gerakan tangannya saat menulis sangat kaku dan pelan, seperti seorang bocah yang baru belajar menulis. Tapi tulisannya masih dapat dibaca dengan mudah.  
“Nomer telpon bapak berapa? Nanti saya miscall saja, tidak usah dicatat,” kata saya. “Saya tidak punya HP, HP saya rusak,” jawabnya. Sayapun menuliskan nomer HP di buku catatannya.

Pengajian dimulai. Seperti biasa pengajian disini selalu diawali dengan pelajaran membaca Al Qur’an. Kali ini Pak Ustadz memandu jamaah pengajian membaca Surah Al Baqarah ayat 125-126. Saya berkonsentrasi pada Pak Ustadz sambil menyimak ke HP saya hingga tidak sempat melihat ke sebelah / ke arah Pak Adang. Meski Cuma 2 ayat, tetapi cukup lama juga pelajaran membaca Al Qur’an ini. Mungkin sekitar 30 menit hingga berakhir.

Saya menengok ke sebelah. Subhanallah rupanya Pak Adang sedari tadi kesulitan mencari ayat yang dibaca / dipelajari tadi. Meski sudah diketahuinya bahwa yang tadi dibaca adalah Surah Al Baqarah ayat 125-126, rupanya beliau belum terbiasa / belum bisa membaca ‘tulisan angka’ dalam Bahasa Arab. “Oh kok tidak bilang dari tadi?,” kata saya sambil membantu beliau mencari bacaan yang tadi dipelajari (ternyata berselisih 3 lembar dari posisi beliau mencari). Beliau memberikan tanda dengan alat tulisnya, dan mengatakan akan mempelajarinya lagi nanti setiba di rumah.

“Saya belum pandai membaca Al Qur’an,” ungkapnya. “Saya juga, saya baru belajar’” kata saya.

Saya sangat kagum dengan semangat belajarnya. Salut dengan keinginannya yang besar untuk memperbaiki diri. "Saya ingin memperbanyak bekal amal sholeh sebelum mati." Kata-kata terakhir beliau sebelum kami pulang begitu membekas di benak saya, hingga saya menulis cerita ini.

Purwakarta, 05 Februari 2020.

No comments:

Post a Comment