Friday, February 14, 2020

Wheel Journey - Rest Area KM 260B yang keren

Rest Area KM 260B yang keren

Di kalangan pengguna jalan tol dan pemudik, kehadiran rest area ibaratnya oase di tengah padang gurun. Tak sedikit rest area di sepanjang jalan tol yang hadir dengan keunikan dan kelebihanya masing-masing. Kini para pengguna jalan tol yang pulang ke Jakarta dari Jawa Tengah pun kian dimanjakan dengan hadirnya Rest Area KM 260B Banjaratma di Kabupaten Brebes yang telah dioperasikan sejak 17 Maret 2019 lalu.

Berlokasi di Tol Pejagan - Pemalang, Rest Area KM 260B Banjaratma merupakan kreasi terbaru dari sinergi BUMN. Sebelum jadi seperti sekarang ini, dahulu rest area ini merupakan bekas pabrik gula PG Banjaratma. Hari Kamis (13/02/2020) lalu saya berkesempatan mampir kesini.

Sisa kejayaan Pabrik Gula ini bisa dilihat pada megahnya bekas bangunan dan foto-foto yang terpajang di dinding. Batu bata yang sengaja diekspose dipadu dengan tiang-tiang bangunan yang kokoh menjadikan Rest Area ini demikian unik. Beberapa penjual makanan dan souvenir menjadi hiburan tersendiri untuk melepas lelah diantara perjalanan panjang.

Pabrik Gula Banjaratma didirikan oleh N.V. Cultuurmaatschappij (perusahaan perkebunan yang berpusat di Amsterdam) pada tahun 1908. Sejarahnya, dahulu eks pabrik gula itu beroperasi di tahun 1913 di bawah Belanda sebelum akhirnya harus gulung tikar di tahun 1998 akibat tingginya biaya operasional. Tak berapa lama, bangunan itu pun ditetapkan sebagai cagar budaya.

Banyak spot di Rest Area ini sangat Instagramable. Di sudut bagian belakang terdapat sebuah masjid yang unik dan berkonsep ramah lingkungan. Sepertinya waktu paling tepat untuk megambil gambar disini adalah sore hari. Sayang sekali saya tidak punya banyak waktu untuk mengeksplore tempat ini. Semoga suatu saat bisa mampir kesini lagi.






Tuesday, February 4, 2020

Spiritual Journey - Pak Adang


Pak Adang

Kurang sekitar 3 menit lagi pengajian dimulai. Seorang lelaki berperawakan agak kurus masuk ke ruangan. Mengenakan celana jeans biru dan baju berwarna biru dengan logo dan nama sebuah perusahaan. Penampilannya sederhana tapi tampak cukup ramah. Saya memberi tempat untuk duduk di sebelah saya. Sedikit kami berbasa basi. Saya termasuk orang baru di kelompok pengajian ini dan ini adalah kedatangan saya yang kedua kali. Belum semua dari ke-18 bapak-bapak yang hadir disini saya kenal namanya.

Beliau mengeluarkan kitab suci Al Qur’an berukuran besar dari dalam ransel hitamnya. Pandangan saya menjadi fokus kepada Al Qur’an yang beliau bawa. Sudah dua kali mendatangi pengajian ini, tetapi saya tidak membawa kitab suci Al Qur’an. Saya hanya mengandalkan aplikasi Al-Qur’an Indonesia dari HP Android saya.

“Bagus Al Qur’an-nya,” kata saya. “Oh ini dikasih sama Pak Wawan,” kata beliau sambil menunjuk seorang lelaki yang menjabat sebagai Bendahara dalam kelompok pengajian ini. “Dulu saya membawa Al Qur’an yang saya pinjam dari masjid, tetapi sudah rusak, banyak halamannya yang terlepas dari bendelnya, akhirnya pas Pak Wawan tahu saya lalu dikasih ini,” beliau kembali menambahkan.

Kamipun berkenalan. Namanya Pak Adang. Tinggal di desa Cipeundeuy. Pekerjaannya sehari-hari sebagai tenaga / pekerja serabutan. Usianya barangkali seumuran dengan saya. Beliau mengatakan bahwa sejak mengikuti pengajian ini hidupnya lebih tenang dan terarah. Menjadi lebih tahu lebih banyak tentang agama islam. Saya senang mendengar sekilas ungkapan perasaan beliau. Beliau menuliskan nama saya dengan pensil di buku tulisnya. Gerakan tangannya saat menulis sangat kaku dan pelan, seperti seorang bocah yang baru belajar menulis. Tapi tulisannya masih dapat dibaca dengan mudah.  
“Nomer telpon bapak berapa? Nanti saya miscall saja, tidak usah dicatat,” kata saya. “Saya tidak punya HP, HP saya rusak,” jawabnya. Sayapun menuliskan nomer HP di buku catatannya.

Pengajian dimulai. Seperti biasa pengajian disini selalu diawali dengan pelajaran membaca Al Qur’an. Kali ini Pak Ustadz memandu jamaah pengajian membaca Surah Al Baqarah ayat 125-126. Saya berkonsentrasi pada Pak Ustadz sambil menyimak ke HP saya hingga tidak sempat melihat ke sebelah / ke arah Pak Adang. Meski Cuma 2 ayat, tetapi cukup lama juga pelajaran membaca Al Qur’an ini. Mungkin sekitar 30 menit hingga berakhir.

Saya menengok ke sebelah. Subhanallah rupanya Pak Adang sedari tadi kesulitan mencari ayat yang dibaca / dipelajari tadi. Meski sudah diketahuinya bahwa yang tadi dibaca adalah Surah Al Baqarah ayat 125-126, rupanya beliau belum terbiasa / belum bisa membaca ‘tulisan angka’ dalam Bahasa Arab. “Oh kok tidak bilang dari tadi?,” kata saya sambil membantu beliau mencari bacaan yang tadi dipelajari (ternyata berselisih 3 lembar dari posisi beliau mencari). Beliau memberikan tanda dengan alat tulisnya, dan mengatakan akan mempelajarinya lagi nanti setiba di rumah.

“Saya belum pandai membaca Al Qur’an,” ungkapnya. “Saya juga, saya baru belajar’” kata saya.

Saya sangat kagum dengan semangat belajarnya. Salut dengan keinginannya yang besar untuk memperbaiki diri. "Saya ingin memperbanyak bekal amal sholeh sebelum mati." Kata-kata terakhir beliau sebelum kami pulang begitu membekas di benak saya, hingga saya menulis cerita ini.

Purwakarta, 05 Februari 2020.

Monday, January 20, 2020

Wheel Journey - Caldera River Resort


Caldera River Resort

Tepat sehari sebelum berangkat ke Geopark Ciletuh, dua orang teman menawarkan kepada kami untuk menginap di tempatnya. Karena waktu yang terbatas, kami harus membagi waktu untuk keduanya. Tempat kami menginap yang kedua adalah di Caldera River Resort. Resort keren ini terletak di Jl. Alternatif Cikidang - Pelabuhan Ratu RT. 5 RW. 3, Kampung Lebak Wangi, Cijambe, Cikidang, Cikiray, Sukabumi, Sukabumi Regency, Jawa Barat.

Baru sampai di parkir motor, seorang menghampiri, “Pak Winarno ya?”.
“Ya betul,” jawab saya. Beliau adalah mas Yadi, yang ditugaskan untuk mendampingi kami selama disana.

Tidak berlebihan jika saya katakan bahwa Resort ini keren abis. Tamu akan merasakan suasana alami yang sangat kental. Suara aliran air sungai Citarik mengalir syahdu. Sementara saat pagi dan sore suara burung berkicau dan terbang bebas diantara pohon-pohon yang tumbuh rindang di lahan seluas 7 Ha.

Hampir semua fasilitas yang Anda perlukan untuk bersantai bersama keluarga atau teman kantor semua tersedia di sini. Sebagai hiburan, di Coffe Shop ada live music saat malam hari. Bagi yang suka beraktifitas fisik Anda bisa jogging dengan jogging track yang berpemandangan indah. Area untuk makan tamu cukup luas dengan menu masakan yang lezat, menghadap lapangan rumput yang bisa dipakai oleh pengunjung untuk berolah raga pagi atau sore.

Caldera River Resort cocok untuk berlibur bagi keluarga. Sangat cocok juga untuk acara Gathering kantor. Semua fasilitas sudah dipersiapkan untuk menyambut hingga ratusan tamu sekaligus. Tersedia games area yang cukup luas. Mau merasakan sensasi tidur di tenda, juga tersedia di sini.

Bagi yang hobi berpetualang tersedia permainan Paint Ball, Flying Fox dan Rafting. Kami mencoba mengikuti kegiatan rafting pada hari Minggu. Tersedia beberapa paket rafting dengan tarif sesuai jarak tempuh. Kami mengambil paket berjarak 9 Km mengarungi Sungai Citarik. Arus sungai Citarik belum terlalu besar. Barangkali karena saat ini hujan belum terlalu banyak turun di hulu sungai Citarik di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun. Pasti sesnsasi rafting akan lebih seru dalam beberawa waktu mendatang saat debit air Citarik lebih tinggi. Mas Lalan pemandu rafting kami, bercerita bahwa beberapa waktu lalu beliau juga terlibat dalam kegiatan evakuasi banjir di Jabodetabek. Pantas saja di area parkir saya sempat melihat sebuah mobil Pickup SAR yang biasa digunakan untuk kegiatan CSR Caldera Resort.

Tarif menginap dan fasilitas permainan di Caldera River Resort serta hal lain yang ingin Anda ketahui bisa dilihat diwebnya: https://calderaindonesia.com/v1/services/villa-terbaik-sukabumi/ .

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada mas Rico Elfizar yang telah mengundang kami untuk bermalam dan menikmati fasiltas yang ada di Caldera River Resort. 

Semoga kedepan perusahaan ini semakan maju dan berkembang.



Spiritual Journey - Sisihkan Rejeki Anda


Sisihkan Rejeki Anda.

Hari Sabtu (17/01/2020) dalam perjalanan jalan-jalan ke Geopark Ciletuh, saya sempat menginap di Kampung Neglasari, Desa Mekarjaya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi. Sore hari saya sempat melihat beberapa warga sedang bergotong royong membangun MCK untuk sebuah mushola disini. Hingga saat ini mushola ini belum memiliki tempat wudlu sama sekali. Cukup merepotkan bagi jamaah yang hendak menunaikan shalat.

Adzan shalat Maghrib berkumandang, sayapun bergabung dengan warga menunaikan shalat berjamaah. Suasananya menyenangkan, khas nuansa pedesaan yang kental. Setelah shalat Maghrib tampak dua orang anak usia Sekolah Dasar diajar membaca Al Qur’an oleh seorang lebih besar, barangkali sudah duduk di bangku SMP. Kabarnya dulu anak-anak yang belajar mengaji disini jumlahnya cukup banyak, tetapi berangsur berkurang seiring dengan pindahnya Pak Ustadz yang biasa membimbing mereka.

Saat adzan Subuh terdengar, buru-buru saya menuju mushola ini. Suasana cukup gelap karena minimnya penerangan di luar rumah. Harus agak berhati-hati karena saya belum begitu mengenal medan disini. Shalat Subuh berjamaah hanya diikuti oleh 4 orang jamaah termasuk saya. Tapi sungguh saya sangat senang dengan suasananya. Sangat tenang, karena mushola ini terletak terpisah dari rumah warga, tepat di lereng bukit.

Mushola ini dibangun dari kayu dan bambu. Lantainya dibuat dari anyaman bambu. Suara decitnya terdengar setiap kali seorang melangkahkan kaki di atasnya. Luas totalnya sekitar 28 M2. Meski sederhana saya suka. Sepertinya lebih karena suasana akrab dengan jamaahnya.

Saya berniat sepulang dari sini saya akan menyampaikan kepada teman-teman FB saya, barangkali ada yang berminat membantu pembangunan MCK di mushola ini yang saat ini tengah berlangsung atau perbaikan mushola itu sendiri. Teman saya Arie Ramdani dan kawan-kawan telah membuka rekening untuk menampung sumbangan dari para donator. Anda bisa menitipkan amal jariyah Anda kepada saya untuk saya teruskan atau jika menghendaki hendak menyerahkan langsung juga dipersilakan. Nanti akan saya berikan alamatnya.

Sisihkan sebagian rejeki Anda untuk bekal kelak menghadap kepadaNya.
Semoga Allah meridloi.

Sunday, January 19, 2020

Spiritual Journey - Nasehat untuk anakku


Suatu ketika saya berbicara kepada anak saya :

“Bersyukurlah kalian memiliki bapak dan ibu yang cerewet, yang selalu memerintahkan kalian untuk melaksanakan shalat tepat waktu dengan berjamaah di masjid. Bapak ibu cerewet seperti itu karena sayang kepada kalian. Meski terkadang ada juga perasaan kasihan kepada kalian, saat kalian harus dibangunkan dari tidur kalian yang pulas. Tapi itu adalah sesuatu yang jauh lebih baik, daripada kalian tidak shalat yang berarti bermaksiat kepada Allah. Tugas seorang bapak adalah menjaga agar anggota keluarganya tidak masuk ke neraka kelak.”

“Jika ada teman kalian yang kelihatannya enak, karena orang tuanya tidak pernah cerewet, tidak pernah memperhatikan, tidak menegur atau memerintahkan shalat..  justru teman seperti itu yang perlu dikasihani. Karena dengan begitu berarti orang tuanya tega dan dengan sengaja menjerumuskan anaknya ke neraka kelak.”

“Jika nasehat bapak ibu saat ini masih belum bisa kalian fahami.. percayalah suatu saat nanti kalian pasti akan mengerti. Apakah saat kalian beranjak lebih dewasa lagi atau saat kalian sudah berumah tangga dan memiliki anak.”

“Janji Allah pasti benar. Biarkan orang lain mengambil sikap mereka sendiri-sendiri. Tapi bagi kalian hanya satu nasehat bapak : Jangan pernah tinggalkan shalat !”

“Jika suatu saat bapak sudah tiada, ingatlah terus pesan ini. Teruskan pesan ini kepada anakmu, cucumu, agar mereka juga meneruskannya kepada generasi selanjutnya.”
Tak akan bosan bapak dan ibu pesankan ini. 

Semoga kalian berdua menjadi anak yang sholeh.

Purwakarta, 20 Januari 2020

Wednesday, December 11, 2019

Spiritual Journey - Suara merdu dari sebuah kedai kopi


Suara merdu dari sebuah kedai kopi

Lalu lintas yang berseliweran di jalan Raya Cibening - Bungursari, Purwakarta sangat ramai selepas waktu shalat Maghrib tadi malam. Saya turun dari mobil yang saya tumpangi dari pintu sebelah kiri (meskipun saya tadinya duduk di kursi tengah kanan), karena pintu sebelah kanan terhalang beton teras sebuah bangunan. Suara lalu lalang kendaraan sangat bising, tetapi suara merdu seorang lelaki yang sedang membaca Al Qur’an telah menyita pendengaran saya. Sedikit saya mundur untuk mengetahui arah suara.

Seorang lelaki yang berada di sebuah kedai kopi kecil tepat disamping studio music sedang membaca Al Qur’an dengan merdu. Sungguh suaranya indah. Saya tidak tahu apakah dia pemilik ataukah pekerja di kedai kopi tersebut. Hanya dia sendirian berada di sana.

Bagi saya ini luar biasa. Seseorang di tengah aktivitasnya menjaga kedai kopi masih melakukan aktivitas yang dicintai Tuhannya. Bukan dengan menunggu pembeli sambil memutar musik seperti biasa dilakukan oleh yang lainnya. Timbul rasa resah di hati ini karena begitu sering melewatkan waktu dengan melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat bahkan menjerumuskan.

“Dua hal apabila dimiliki oleh seseorang dia dicatat oleh Allah sebagai orang yang bersyukur dan sabar. Dalam urusan agama (ilmu dan ibadah) dia melihat kepada yang lebih tinggi lalu meniru dan mencontohnya. Dalam urusan dunia dia melihat kepada yang lebih bawah, lalu bersyukur kepada Allah bahwa dia masih diberi kelebihan.” [HR. Tirmidzi].

Purwakarta, 12 Desember 2019

Tuesday, December 10, 2019

Spiritual Journey - Pak Medi


Pak Medi.

Namanya Pak Medi. Beliau adalah imam masjid Al Falah di kampung kami. Meski kami sering bertemu saat shalat berjamaah, tetapi hanya sekali saja saya berbicara langsung dengan beliau. Sosoknya pendiam. Tidak banyak yang saya ketahui tentang beliau selain pekerjaannya sehari hari sebagai Tukang Bangunan. Usianya barangkali sekitar 45 tahunan atau kurang. Motornya Honda Vario 125 dan memiliki seorang anak yang masih kecil.

Saya suka saat beliau menjadi imam shalat. Bacaannya cukup bagus. Beliau sering membaca surah-surah pendek yang banyak dihafal oleh makmumnya. Memimpin shalat dengan tuma’ninah, tidak seperti ‘teman masjid’ yang lain yang biasanya suka ngebut kalau sedang didaulat menjadi imam shalat. Biasanya beliau juga sering diminta oleh warga disini untuk memimpin acara tahlilan atau acara lain yang semacam itu, karena lingkungan disini memang masih kental dengan kearifan lokalnya.

Tapi yang menjadikan saya lebih kagum, respek, salut, entah apalagi lainnya, adalah cara beliau berpakaian saat pergi ke masjid. Saya sering bercerita kepada istri saya tentang masalah ini setiap pulang dari masjid. Beliau memiliki entah berapa banyak sarung dan baju koko. Perkiraan saya barangkali lebih dari 10 stel. Sarungnya bagus-bagus. Baju koko yang dipakainya selalu dipilih yang matching dengan warna sarungnya. Sarung dan baju koko yang dipakai hampir setiap hari ganti, kalau tidak dua hari. Tapi hampir pasti, tidak pernah beliau memakai sarung yang sama lebih dari dua hari.

Inilah yang saya maksudkan. Ketika hendak bertemu dengan Allah betapa Pak Medi memberi penghormatan yang begitu luar biasa dalam berpakaian (mengingat sosoknya yang sederhana). Sedangkan saya.. hemm.. saya tidak bisa menyebutkannya. Meskipun saya sudah berusaha ‘sopan’ dengan memakai sarung, baju koko dan peci, tetapi jujur penghargaan saya terhadap diri sendiri saat menghadap Allah masih kurang. Jika punya rejeki buat beli baju, yang terpikir masih seputar celana jeans, jaket, sepatu kets, yang semacam itu. Belum pernah memprioritaskan untuk pakaian untuk shalat.

Terkait shalat, meski sebagian dari syarat sahnya shalat adalah menggunakan pakaian yang bersih dan suci serta menutup aurat, betapa saya masih sering mendirikan shalat dengan pakaian sekenanya saja. Apalagi saat pagi hendak berangkat riding hari Sabtu atau Minggu pagi. Seringkali saya shalat Subuh dengan celana jeans dan T-Shirt (pakaian tempur jalanan) saja, karena pengen buru-buru langsung ngegas selepas salam. Begitu banyak hal yang harus saya perbaiki, apalagi berkenaan dengan ibadah kepada Allah dalam urusan yang lebih besar seperti akidah dan akhlak.

Begitu banyak contoh baik yang bisa kita tiru dari siapapun di sekitar kita. Tetapi kerasnya hati ini seringkali menghalangi kita untuk melakukannya.

Mari segera kita perbaiki diri, mumpung masih ada waktu. Persiapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk bertemu denganNya.

Karena kita pasti akan menemuiNya..
Karena kita pasti akan menemuiNya..

Purwakarta, 10 Desember 2019

Monday, December 9, 2019

Spiritual Journey - Perbincangan Sesudah Subuh. Bagian 2

Perbincangan Sesudah Subuh
Bagian 2 – Gak Mau Shalat di Masjid
Dari keempat anak Pak Haji, hanya seorang saja yang perempuan. Anak ketiga yang perempuan ini sudah menikah dan tinggal bersama suami serta anaknya di kota. Secara ekonomi tampaknya paling mapan, persis seperti cerita pak Haji kepada saya. Sedang ketiga anak yang lain adalah laki-laki yang sudah dewasa, si sulung sudah menikah dan kedua adiknya masih membujang. Dari keempat orang laki-laki di rumah tersebut (Pak Haji dan ketiga anak lelakinya), hanya anak pertama saja yang berpenghasilan. Pak Haji dan dua anaknya yang lain boleh dibilang tidak bekerja. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya mereka memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Namun begitu Pak Haji tidak lepas selalu bersyukur, menurut beliau ada saja jalan rejeki yang diberi oleh Allah sehingga mereka tidak pernah sampai kelaparan.
Diceritakannya kepada saya dengan nada yang agak bergetar, betapa beliau sangat ingin kedua anaknya yang masih menganggur untuk bisa segera bekerja. Beliau juga ungkapkan perasaan jengkel karena kedua anak lelakinya agak malas melaksanakan shalat. Saat Subuh biasanya dibangunkan bapaknya dan diajak ke masjid, tetapi selalu menjawab, “Saya shalat di rumah saja”. Tapi itupun ternyata tidak dilakukannya juga. Biasanya hingga bapaknya pulang dari masjid anaknya masih saja tetap tidur.
Poin inilah yang akhirnya menjadi topik kami selanjutnya. Saya prihatin, karena memang hanya anak pertamanya saja yang sesekali tampak melakukan shalat berjamaah di masjid. Rumah pak Haji hanya berjarak sekitar 30 meter saja dari masjid. Beberapa kali si sulung berbincang dengan saya tentang masalah pekerjaan dan ibadah. Saya selalu menyemangatinya agar dia terus bekerja meski hasilnya mungkin belum maksimal. Biasanya juga saya selipkan pesan agar dia jangan sampai meninggalkan shalatnya di tengah pekerjaannya yang cukup berat.
Ketika seseorang tidak memenuhi hak Allah dalam arti dia tidak memenuhi kewajibannya khususnya shalat lima waktu dengan baik, biasanya Allah akan menahan rejekinya. Dia akan memberinya beberapa masalah hingga dadanya terasa terhimpit. Meski begitu, ketika berbicara tentang shalat tentu ini bukan hanya tentang masalah rejeki saja. Tetapi lebih dalam dari itu, shalat adalah kewajiban paling utama yang mau tidak mau harus kita lakukan selama kita masih hidup dan pikiran kita masih sadar. Bahkan saat sakitpun, selama pikiran kita masih sadar, kita tetap harus melakukannya. Bagi laki-laki ada bonus kewajiban tambahan. Beberapa ulama berpendapat wajib hukumnya laki-laki melaksanakan shalat dengan berjamaah di masjid.
Beberapa kalimat penyemangat saya sampaikan kepada Pak Haji agar tidak putus asa untuk mengajak anaknya rajin beribadah. Kamipun berpisah jalan.
Sambil melangkah pulang, pikiran saya melayang kepada anak-anak saya yang hidup mandiri nun jauh disana. Saya berdoa kiranya Allah selalu menjaga keistiqomahan mereka dalam beribadah, serajin saat mereka bersama bapak ibunya di sini.
Hidup tidak berakhir disini. Hidup ‘disana’ nanti jauh lebih penting untuk kita pikirkan.
Purwakarta, 09 Desember 2019

Sunday, December 8, 2019

Spiritual Journey - Perbincangan Sesudah Subuh. Bagian 1

Perbincangan Sesudah Subuh
Bagian 1 – Gara Gara Qunut
Shalat Subuh berjamaah baru saja usai. Saya berjalan pulang tidak terlalu terburu. Setelah beberapa kali turun hujan, udara pagi sangat sejuk dan aroma tanah basah menjadikan saya betah berlama-lama di luar. Berjalan seirama di belakang saya seorang bapak berusia 63 tahun, sebut saja beliau Pak Haji. Sesampai di depan rumah beliau, kami sejenak berbincang.
Setelah beliau sedikit bercerita tentang kondisi keluarga dan anaknya, akhirnya sampailah cerita pada almarhum istrinya.
“Hari Kamis kemarin kami ‘mendak’ (Bahasa Sunda yang artinya peringatan setahun meninggalnya seseorang) almarhum istri saya. Dia meninggal 07 Desember 2018”.
“Oh itu berarti hari ketiga saya tinggal di kampung ini,” ujar saya. “Tetapi waktu itu saya masih kontrak di rumah Bu Umar, jadi tidak tahu saat istri bapak meninggal”.
Pak Haji kemudian bertanya, ”Mas gak biasa tahlilan ya?”. “Ya Pak”, jawab saya.
“Soalnya saya lihat mas kalau pas Subuh tidak Qunut”, lanjut pak Haji. Saya tersenyum.
“Kalau orang Muhammadiyah atau Persis memang tidak pakai Qunut, tapi orang-orang disini dari dulu ya memang pakai Qunut”, Pak Haji menambahkan.
“Ya pak gak papa,” kata saya. Dalam hati saya hanya membantin bahwa saya bukan orang Muhammadiyah, bukan orang Persis, bukan orang NU, saya cuma orang Islam yang kebetulan untuk masalah Qunut lebih sreg untuk tidak melakukannya.
“Kemarin waktu tahlilan kami siapkan 100 kotakan (maksudnya nasi kotak untuk berkat), tapi yang datang cuma 40 orang. Sisanya yang 60 dibagi ke tetangga kanan kiri. Tapi mas-nya tidak saya undang karena saya pikir mas gak biasa tahlilan”.
Perbincangan masih berlanjut, tetapi bayangan nasi kotak yang tidak sampai ke kontrakan saya masih menggantung dipikiran. Mungkin Pak Haji berfikir kalau orang yang tidak Tahlilan tidak boleh makan nasi berkat.
Sabar, mungkin memang belum rejeki. Wkkk.
Bersambung ke Bagian 2

Purwakarta, 09 Desember 2019

Monday, November 25, 2019

Spiritual Journey - Pekerja Proyek


Pekerja Proyek

Menjelang Maghrib datang 6 orang mencari kamar kost. Sepertinya mereka adalah pekerja dari salah satu proyek yang sedang dikerjakan di sekitar sini. Mereka datang naik mobil pick up proyek dengan membawa beberapa peralatan kerja yang dimasukkan dalam beberapa karung besar selain beberapa ransel dan tas yang tampak kumal. Si empunya kost menempatkan persis di sebelah kamar kami karena memang hanya ini satu-satunya petak yang masih belum terisi.

Enam orang berjubel dalam satu rumah petak dengan satu kamar, satu ruang tengah, satu dapur dan satu kamar mandi. Luasnya tak lebih dari 25 meter persegi. Hari-hari disini biasanya tenang tanpa suara. Kami membayangkan pasti setelah ini suasana akan berubah drastis.

Malam pertama, karena lelah setelah melakukan riding seharian, kami memilih tidur cepat setelah Isya’. Tak terasa gangguan suara apapun. Pukul 02.30 seperti biasa saya sudah bangun. Saya membuka jendela. Terdengar suara dengkuran yang nampaknya dekat sekali dengan jendela ruang tengah kami. Iseng saya membuka pintu dan keluar melihat suasana sekitar. Tampak seorang tidur meringkuk tanpa alas di teras depan kamar kostnya.

Barangkali karena malam ini suhu udara terasa panas sekali, pintu rumah petaknya dibuka lebar. Tampak dua orang tidur di ruang tengah , juga tanpa alas apapun. Semua jendela juga terbuka. Barangkali ketiga temannya yang lain tidur di dalam kamar. Saya tak bisa melihatnya karena terhalang kain gorden yang terpasang menutup jendela kamar.

Malam kedua setelah shalat Isya’ suasana ternyata juga sepi seperti biasanya. Tampaknya mereka semua kelelahan hingga tidur cepat. Malam ini suhu udara agak dingin karena hujan turun sebentar saat sore hari. Sewaktu berjalan ke masjid untuk shalat Subuh, saya melihat pintu rumah petak mereka terbuka lebar. Tampak tiga orang pekerja proyek tertidur pulas di lantai ruang tengah, masih tanpa alas apapun. Pagi hari sebelum saya berangkat kerja, mereka sudah berangkat terlebih dahulu. Besar kemungkinan mereka belum sarapan saat meninggalkan kostan.

Kami belum banyak berinteraksi, sehingga belum banyak yang saya tahu tentang mereka. Tetapi yang terlihat di mata saya tampaknya mereka orang-orang yang benar-benar bekerja keras untuk mencari nafkah.

Tiba-tiba muncul rasa syukur dalam hati saya. Meski sama-sama tinggal di rumah petak tapi hidup saya tampaknya lebih mudah. Tidur saya lebih nyaman meski hanya dengan kasur lipat setebal 5 centi. Makan saya lebih teratur karena saat pagi hari sudah siap sarapan ala vegetarian yang sehat buatan istri tanpa harus repot membeli sarapan di warung. Pakaian seragam selalu tercuci bersih dan rumah petakpun terurus rapi. Setiap hari bisa bercengkerama dengan belahan jiwa, sementara mereka tinggal berjauhan dengan pasangan atau keluarganya.

Syukuri apa yang ada pada kita. Selalu melihat ke bawah untuk urusan dunia. Jangan lupa selalu berbagi dengan mereka yang kurang beruntung.

Jangan pernah tinggalkan shalat !
Jangan pernah tinggalkan shalat !
Jangan pernah tinggalkan shalat !


Purwakarta, 26 November 2019

Thursday, November 14, 2019

Spiritual Journey - Tertipu


Tertipu.

Ini adalah foto pembalap motor asal Spanyol Julian Simon pada ajang balapan Grand Prix Catalunya kelas 125cc yang digelar 14 Juni 2009, yang melakukan kesalahan fatal dan cukup konyol saat balapan. Simon mengira balapan segera berakhir, padahal masih menyisakan satu lap.

Menjelang garis finish, Simon yang berada di posisi terdepan pun berselebrasi dan mengekspresikan kegembiraannya karena mengira berhasil mencapai finish paling pertama. Namun di garis finish, para krunya memberi kode bahwa balapan masih menyisakan satu lap lagi sambil memerintahkan Simon untuk terus melaju kencang. Karena selebrasi itu, motornya pun melambat sehingga para pebalap lain di belakangnya pun menyalipnya dan dia gagal menang dan meraih podium.

Begitupun kehidupan di dunia ini, betapa banyak yang tertipu. Beberapa orang mengira setelah kehidupan di dunia ini semuanya selesai, finish. Sebagian manusia mengira atau tidak percaya bahwa akan kehidupan lain setelah ini. Sehingga selama hidup hanya dihabiskan waktunya untuk bersenang-senang saja.

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. [al-Hadîd/57:20].

Kehidupan tidak akan finish sampai disini. Semoga kita selalu mengingatnya.


Purwakarta, 12 November 2019.